Senin, 03 Juni 2013

Johan Rudolf Bonnet (lahir di AmsterdamBelanda30 Maret 1895 – meninggal di LarenBelanda18 April 1978 pada umur 83 tahun) adalah seorangpelukis berkebangsaan Belanda yang menghabiskan sebagian besar hidupnya di UbudBali sebagai seorang seniman dan pelukis[1] Dia adalah salah seorang dari banyak pelukis asing yang berkontribusi pada kemajuan seni lukis di Indonesia, khususnya di Bali.Rudolf Bonnet lahir dari keluarga Huguenot Belanda yang selama banyak generasi telah menjadi pembuat kue / roti di Amsterdam. Bonnet berjuang keras untuk dapat keluar dari gaya hidup borjuisnya untuk menjadi seorang seniman lukis.
Ketertarikan Bonnet untuk hidup sebagai seniman membawanya ke Italia pada tahun 1920, di mana dia mendapat banyak pengaruh dari lukisan-lukisan renaisans. Dia menetap selama delapan tahun di desa Anticoli Corrado di sebelah Selatan kota Roma. Di Italia Bonnet bertemu dengan W.O.J. Nieuwenkamp, seorang seniman Belanda yang telah berkeliling di Hindia-Belanda dan kemudian menetap di sebuah villa di dekat kota Firenze. Nieuwenkamp-lah yang meyakinkan Bonnet untuk pergi ke Bali.Pada tahun 1920-an memang banyak seniman dari Eropa yang pergi ke Bali untuk melukis di sana karena keunikan budaya Bali. Bonnet berdasar rasa ketertarikannya juga menganjurkan banyak seniman lain untuk pergi ke Bali. Setelah sempat berkunjung ke Pulau Nias, Bonnet tiba di Bali pada bulan Januari 1929, di mana dia kemudian tinggal dan mulai menggambar dan melukis.
Bonnet segera menyukai tari-tarian, budaya arak-arakan dan upacara adat di Bali sehingga memutuskan untuk menetap di sana. Setelah dua bulan tinggal diTampaksiring, dia pindah ke Peliatan di sebuah paviliun yang disewanya dari seorang punggawa (kepala desa) di Peliatan. Oleh punggawa tersebut dia diperkenalkan dengan orang-orang yang terkenal saat itu di sana, antara lain pelukis Jerman Walter Spies (1895-1942) serta pangeran kerajaan Ubud Tjokorda Gede Raka Soekawati dan Tjokorda Gede Agoeng Soekawati (raja Ubud pada masa 1931-1950, meninggal tahun 1978). [4] . Mereka menjadi sahabat dekat, dan saat Spies pindah ke rumah baru di Campuhan, Bonnet menggunakan kediaman Spies di Ubud untuk mendirikan studio lukisnya di sana.
Di Bali, Bonnet kemudian bekerja dekat dengan Walter Spies yang berusia sama dengan Bonnet namun tiba di Bali lebih dulu daripada Bonnet (tahun 1927). Spies menyediakan Bonnet muda dengan fasilitas melukis yang baik dan subjek lukisan alternatif untuk lukisan mereka. Spies dan Bonnet menjadi sangat terlibat di kehidupan sosial, mereka bekerja bersama bertahun-tahun dan sangat berpengaruh pada kehidupan seni di Bali. Mereka bersama-sama mendirikan persatuanseniman Bali Pita Maha.
Rudolf Bonnet dan Walter Spies mewakili hidup ekspatriat gay Bali yang berbeda karakter dan polaritas pada masanya. Spies dikenal sangat semarak dan cemerlang oleh masyarakat Bali, sedangkan Bonnet dikenal lebih pemikir dan serius dalam menjalankan rencana-rencananya. [5]Gambar dan lukisan Bonnet selalu bersifat kiasan dengan wajah-wajah yang sering terlihat "memanjang", menunjukkan pengaruh klasik kuat dan keinginannya untuk mengungkapkan kecantikan dalam karya-karya lukisnya.
Bonnet dan Spies bersama-sama mendirikan persatuan seniman Bali Pita Maha yang mendapat kesuksesan besar dalam memperkenalkan seni lukis Bali secara internasional. Dia bersama sanggar tersebut banyak melatih para seniman muda di Bali yang membuat Ubud menjadi terkenal sebagai pusat seni lukis di Bali. Bukti dedikasi Bonnet pada masyarakat Bali dan seni mereka adalah berdirinya Museum Puri Lukisan di Ubud. Museum Puri Lukisan adalah satu-satunya museum lukisan di Ubud yang didirikan bukan oleh pengusaha seni yang kaya, namun dari kerja keras Bonnet yang juga menyumbangkan karya-karya terbaiknya untuk koleksi museum tersebut.
Lukisan-lukisan Bonnet juga dapat dilihat di Museum Neka di Ubud dan Museum Agung Rai.